CILACAP Apa jadinya jika sebuah kota kecil di pesisir selatan Jawa tiba-tiba jadi pusat perhatian karena… seni?
Bukan seni yang membosankan atau terlalu “tinggi” untuk dipahami. Tapi seni yang bisa kamu rasakan, sentuh, dan bahkan ajak selfie. Inilah Diam-Diam Art, sebuah pameran dua bulanan di Forclov Cilacap yang diam-diam mengubah wajah seni kontemporer lokaltanpa banyak gembar-gembor, tapi penuh kejutan.
Salah satu gelaran terbarunya, Diam-Diam Art Exhibition 2024, berlangsung pada 18–21 Juli 2024, menghadirkan berbagai karya dengan tema yang kaya, menggugah, dan visual yang berani.
Bukan Sekadar Pajangan di Dinding
Seni di sini hidup. Ia berbicara melalui warna, tekstur, dan ekspresi. Lukisan anak kecil yang menangis di tengah warna-warni yang kacau, potret luka kolektif Palestina, hingga karikatur-karikatur jenaka yang membuat kita tertawa getir. Tidak hanya menggugah mata, tetapi juga pikiran dan hati.
Pertanyaannya: Apa sebenarnya fungsi seni hari ini? Apakah hanya hiasan Instagram Story? Atau bisa lebih dari itumenjadi cermin sosial, penanya dalam diam?

Glow in The Dark: Bukan Gimmick, Tapi Pengalaman
Salah satu spot paling digemari pengunjung adalah area glow in the dark. Kain neon, cat menyala, dan pencahayaan khusus membuat siapa pun merasa seperti sedang berada di dimensi lain. Tapi apakah ini hanya sekadar tempat berfoto?
“Ternyata seni bisa dinikmati dengan cara menyenangkan juga ya,” ujar Dina, pengunjung asal Kroya yang datang malam hari. “Awalnya saya kira bakal ngebosenin, ternyata justru enggak pengin pulang.”
Dan itu menarik. Diam-Diam Art berhasil menjembatani dua dunia: antara mereka yang paham seni, dan mereka yang hanya ingin bersenang-senang.

Ruang yang Bebas untuk Bertanya dan Bercerita
Instalasi seperti kostum Garuda berdaun emas berdiri megah di tengah galeri, menyambut pengunjung dengan aura mitologi dan kebanggaan lokal. Di sisi lain, ada karya tekstil berjudul Halal Ecoprint Creation yang menyuarakan isu keberlanjutan dan mode ramah lingkungan.
Di sinilah kekuatan utama Diam-Diam Art tak membatasi seni dalam satu genre, satu gaya, atau satu suara. Ia membuka ruang bagi siapa punseniman, pengunjung, anak-anak muda, ibu-ibu pencinta fotografi, hingga pasangan yang sedang kencanuntuk bertanya, merasa, dan menanggapi.
Kritik yang Terselubung, Tapi Tajam
Meski dibalut suasana santai dan “ramai anak muda”, Diam-Diam Art tidak kehilangan taringnya. Beberapa karya membawa kritik sosial yang tajam: eksploitasi budaya, konflik kemanusiaan, hingga isu lingkungan.
Namun mereka tidak berteriakmereka berbisik. Persis seperti namanya: Diam-Diam, tapi mengena.
Tema yang Selalu Berganti, Rasa yang Selalu Berbeda
Dengan format dua bulanan sekali dan tema yang terus berganti, Diam-Diam Art menghindari kejenuhan. Setiap pameran adalah babak baru: hari ini tentang keresahan, besok bisa tentang futurisme atau nostalgia masa kecil. Pengunjung dibuat terus penasaran, dan itu adalah resep jitu agar seni tetap relevan.
Seni untuk Semua, Bukan Hanya Segelintir
Mungkin selama ini kita merasa galeri seni itu tempat eksklusif. Tempat orang pakai baju hitam-putih, berbisik pelan sambil menatap lukisan abstrak. Tapi Diam-Diam Art datang dan berkata: seni itu milik semua orang.
Entah kamu datang untuk berfoto, berdiskusi, atau sekadar jalan sorekamu tetap menjadi bagian dari cerita. Di sinilah nilai paling jujur dari pameran ini: ia menyambut siapa saja.
Akhir Kata: Masihkah Kita Mengabaikan Seni?
Di tengah gempuran konten cepat dan hiburan instan, pameran seperti Diam-Diam Art adalah napas segar. Ia mengajak kita melambat, merenung, dan melihat lagi duniadengan mata yang lebih peka.