Tradisi Budaya yang Menyatukan, di Tengah Ragam Keyakinan Masyarakat Pesisir
CILACAP, 5 Juli 2025 — Pasca dilaksanakannya tradisi sedekah laut di pesisir Kabupaten Cilacap, nelayan setempat kembali menikmati hasil tangkapan laut yang melimpah. Salah satu komoditas andalan yang mendominasi tangkapan dalam beberapa hari terakhir adalah udang rebon, yang banyak digunakan sebagai bahan baku terasi, petis, maupun ebi.
Di Tempat Pelelangan Ikan (TPI) Rawa Jarit, Desa Menganti, tercatat peningkatan drastis hasil tangkapan sejak hari Minggu lalu. Menurut keterangan Ketua TPI, Sumadi, dua hari setelah sedekah laut, nelayan membawa hasil hingga 14 ton udang rebon ke tempat pelelangan. Harga jual udang rebon pun stabil tinggi, berkisar antara Rp55.000 hingga Rp60.000 per kilogram, menjadikan momen ini sebagai puncak rezeki bagi nelayan tradisional.
“Hari Senin kita catat 10,5 ton, hari berikutnya naik jadi 14 ton. Rata-rata nelayan bawa pulang 200 sampai 300 kilo per kapal. Kalau dikali Rp60.000, bisa sampai Rp18 juta sehari,” jelas Sumadi saat ditemui di lokasi.
Tradisi Sedekah Laut: Budaya yang Terus Lestari
Tradisi sedekah laut di Cilacap adalah warisan budaya turun-temurun yang dilakukan setiap tahun, biasanya menjelang atau saat Satu Suro dalam penanggalan Jawa. Warga pesisir mempersembahkan sesaji ke laut sebagai wujud syukur atas hasil laut yang telah diberikan dan harapan akan keselamatan serta kelimpahan rezeki di masa mendatang.
Acara ini diramaikan oleh masyarakat dari berbagai kalangan, termasuk pertunjukan seni tradisi seperti wayang kulit, kuda lumping, dan tari-tarian rakyat. Di tengah gemuruh ombak Teluk Penyu dan nuansa sakral ritual, para tokoh masyarakat, nelayan, dan warga berkumpul bersama.
Namun demikian, tidak semua masyarakat mengikuti prosesi ritual secara penuh. Hal ini terjadi bukan karena penolakan, melainkan karena perbedaan keyakinan. Cilacap merupakan wilayah yang plural, di mana masyarakat beragama Islam, Kristen, Katolik, dan lainnya hidup berdampingan dengan damai.
Harmoni dalam Perbedaan Keyakinan
Bagi sebagian nelayan yang tidak menganut kepercayaan terhadap ritual larung sesaji, mereka memilih untuk hadir dalam kegiatan sosial dan kebersamaan, namun tidak mengikuti prosesi spiritualnya.
“Saya ikut gotong royong bersih pantai, ikut acara doa bersama, tapi pas larung sesaji saya tidak ikut karena beda keyakinan. Tapi saya tetap menghargai,” ujar Yohana, seorang ibu nelayan beragama Kristen dari Desa Ujung Alang.
Bentuk penghormatan terhadap tradisi tetap dijaga. Tidak ada paksaan, tidak ada pertentangan. Warga saling memahami bahwa sedekah laut adalah bagian dari budaya lokal, bukan keharusan agama. Bagi yang ikut, itu bentuk spiritualitas. Bagi yang tidak, itu bentuk penghormatan terhadap warisan leluhur dan cara menjaga ekosistem laut.
Dampak Ekonomi Nyata bagi Nelayan Kecil
Selain nilai budaya, sedekah laut juga berdampak pada aspek ekonomi. Aktivitas ini sering diikuti oleh musim rebon, di mana udang kecil ini muncul dalam jumlah besar karena pengaruh musim dan suhu laut. Bagi nelayan kecil yang menggunakan perahu tradisional, panen udang rebon menjadi momen yang ditunggu setiap tahun.
Tidak sedikit nelayan yang langsung menjual udangnya ke pengrajin terasi atau pabrik ebi lokal, yang kemudian menyalurkan ke pasar-pasar di Jawa Tengah, Yogyakarta, hingga Jawa Barat.
“Kalau lagi panen seperti ini, banyak pengepul datang. Bahkan kadang sampai rebutan. Kita tinggal pilih mau dijual mentah atau dikeringkan sendiri,” ucap Pak Mardi, nelayan asal Kampung Laut.
Penegasan Nilai Sosial dan Ekologis
Sedekah laut bukan hanya simbol budaya, melainkan juga pengingat bagi masyarakat akan pentingnya menjaga kelestarian laut. Dalam beberapa tahun terakhir, acara ini juga dibarengi dengan kampanye anti-pencemaran laut, pengurangan sampah plastik, hingga reboisasi mangrove di sekitar pesisir.
Melalui pendekatan budaya, nilai-nilai pelestarian alam dan gotong royong ditanamkan dengan lebih kuat. Hal ini menunjukkan bahwa budaya lokal bisa menjadi pintu masuk untuk pendidikan lingkungan dan pembangunan berkelanjutan, tanpa harus bertentangan dengan nilai agama maupun keyakinan masing-masing individu.
Penutup: Laut yang Sama, Harapan yang Sama
Panen udang rebon tahun ini menjadi bukti bahwa alam tidak memilih keyakinan, tetapi memberi berkah bagi siapa saja yang menghargainya. Di tengah keragaman agama dan budaya, masyarakat Cilacap menunjukkan bahwa hidup rukun dalam perbedaan bukan hanya mungkin, tetapi sudah menjadi kenyataan.
Dari laut yang sama, mereka berbagi harapan yang sama: keselamatan, kelimpahan, dan masa depan yang lebih baik.